SELAMAT DATANG DI WEBSITE
MADINA HASANBINTOLHADAULAY (PENULIS DAN PENERBIT BUKU DARI MADINA)
-------------------------------------------------------


SILUA, Dalam bahasa Mandailing artinya adalah oleh-oleh dan salah satu oleh-oleh khas negeri Madina adalah TOGE, dalam bentuk penganan

Sebagai penganan khas, tentunya bagi para perantau  Madina yang kembali pulang ke kampung tidak lengkap rasanya sebelum menikmati penganan yang satu ini., bagi anda yang bukan berasal dari daerah ini. Yang pertama sekali terbesit dalam fikiran anda pastilah sejenis sayur yang biasa dijual bersamaan dengan tahu, tempe yang merupakan hasil perkecambahan bijih kacanghijau. Sebenarnya jauh dari yang anda fikirkan itu.

Toge yang berasal dari negeri Madina ini adalah merupakan suatu jenis penganan yang sangat nikmat rasanya apalagi disungguhkan dalam keadaan dingin (Togedingin),wah segerrr abis. brr rrrr rrrr kayak coca cola tuh.

Sebagai penganan yang asli Madina, sebenarnya penganan inipun tidak begitu asing bagi kita. Toge ini sesungguhnya terdiri dari beberapa penganan yang banyak kita jumpai dipasar tradisionil seperti cendol, lupis, ketan, cenil, sekarang apa sih khasnya, ntar dulu. ini dia yang bikin penganan ini istimewa, semua bahan-bahan tadi dicampur jadi satu truss, terus disiram dengan kuah santan yang udah dicampur dengan gula aren. terus boleh dong dicoba in.


Bagi masyarakat negeri Madina sendiri penganan ini semakin istimewa ketika di bulan puasa karena biasanya orang Madina berbuka puasa dengan toge ini, tentunya badan yang lemas seharian menahan haus dan lapar akan kembali menjadi segar setelah berbuka puasa dengan penganan ini. Saat toge dingin melewati rongga tenggorokan terasa sangat segar dan seketika hilang deh rasa haus dan lapar.

Cara membuat Toge dingin
Bagi anda, yang susah mendapatkan penganan ini dan kepingin sekali mencicipi serta mencobanya. Mudah saja, caranya:
Bahan-bahan
1. Lupis
2. Cendol
3. Cenil
4. Tape Ketan
5. Tape Ubi
6. Santan
7. Gula aren
8. Es batu

Cara meramu:
Lupis,Cendol,Cenil,Tape ketan dan ubi dimasak seperti cara memasak biasa, selanjutnya santan dimasak agar jangan mudah basi dan selanjutnya dicampur dengan gula aren secukupnya.
Selanjutnya Lupis,cendol,Cenil,Tape ketan dan ubi di satukan dalam sebuah mangkok dan disiram dengan santan campur gula aren. Kalau mau disungguhkan dalam keadaan dingin silahkan campur saja dengan es batu.
                                   **********Selamat menikmati*************

Sebenarnya Toge yang akan dipaparkan penulis dalam hal ini jauh lebih nikmat dari penganan toge yang disebutkan di atas, oleh penulis telah berhasil membuat suatu formula khusus sehingga Toge ini dapat dinikmati setiap saat dan dimanapun tanpa pengawet khusus. Dengan formula khusus yang diberi nama SUFI, Jangan takut, bahan pengawet dipergunakan dalam penganan ini tidak berbahaya dan halal serta tidak mengurangi rasanya maka jadilah penganan ini menjadi "TOGE SUFI MADINA"

Penganan Toge Sufi Madina yang berhasil diramu penulis ini, terdiri dari cerita-cerita Sufi yang berasal dari negeri Madina, cerita humor sufi ala Madina dan Ajaran-ajaran dari penempuh jalan sufi. JADILAH PENGANAN INI MENJADI PENAWAR DAHAGA SPRITUIL. KHAS MADINA.
Selamat menikmati
Semoga bermanfaat.

Saya seorang penulis dan penerbit buku dari sebuah negeri yang terdapat di pulau Sumatera. Pada sebuah lembah yang sangat indah dan ketika orang Belanda pertama kali melihatnya mereka mengatakan lembah ini merupakan lembah yang utama dan dikemudian hari negeri ini bernama Madina bukan Madinah. Negeri yang sangat indah dengan penduduk mayoritas suku Mandailing yang ramah dan penuh dengan cinta serta rasa humor.

Buku lainnya adalah 
1.Potensi Batu Mulia di Kab. Mandailing Natal 
2.Berburu Batu Mulia di Kab Mandailing Natal 
3.Kamus Geografi untuk SMA 
4.Kamus Geografi untuk SMP 
5.Dari Kampus hingga ke Hutan 
6.Menjadi Karang di tengah lautan Taruna 
7.Al Qurro' Wal Huffas Mesjid Raya nya Madina 
8.Aneh Dot Madina (Mati Ketawa Ala Madina) 
9. Dari Kampus Hingga ke Hutan 
10. Menjadi Karang ditengah Lautan Taruna 
11.Ibadah dengan batu 

Novel
1. Saidah Saima Kisah dari negeri Madina

Penerbit Anan juga menerima naskah buku dari penulis lain yang ingin gabung seperti penulis;
H. Anwar Ashari Tanjung dengan judul buku 40 Hari ditanah Suci


Buku-buku terbitan Anan dapat dibeli Toko buku Sembilan wali Medan, Madina Market Panyabungan serta toko-toko buku di Kota Panyabungan. Dapat juga dipesan langsung melalui Website ini dan email hasanbintolhadaulay@gmail.com 

                                                           "TOGE SUFI MADINA"

1. PENDAHULUAN
 
Dalam kehidupan dunia di zaman yang penuh dengan materialtis. Kadang kita lupa dan mengabaikan aturan   dan hukum yang mengatur hubungan segala sesuatu yang telah ada dalam norma-norma kehidupan.
 Tetapi kadang desakan dan tuntunan kebendaan, telah membutakan kita dan mengesampingkan bisikan kata hati yang selalu mengatakan kebenaran. Tak pernah terfikirkan apakah orang menderita atau susah dengan perbuatan yang kita perbuat. Yang ada hanya terus mencari kepuasan materi yang tidak pernah ada kata cukup dan selalu terbuai oleh lingkaran mimpi indahan dan kesenangan duniawi. Tanpa kita sadari, kita telah menjadi budak nafsu materialis
 
  Tanpa adanya suatu renungan dan pengakuan, rasanya sangat sulit untuk kita dapat keluar dari lingkaran ini dan membuka serta mencari jalan menuju perbaikan perilaku yang lebih bermartabat.
 
 Salah satunya adalah lewat jalan Tasawuf, seperti yang disebutkan oleh Al Kattani bahwa tasawuf adalah akhlak. Begitu juga dengan perbuatan sabar, sabar adalah perbuatan yang baik dan merupakan salah satu ajaran sufi, tetapi dalam hal ini membiarkan diri terus dalam kelalaian tidaklah diperbolehkan bersabar atau berlama-lama karena hal tersebut merupakan perbuatan tercela. Seperti disebutkan oleh Imam al Gazali, ketahuilah, wahai kekasih, bahwa manusia tidak diciptakan dengan senda gurau atau serampangan, tetapi diciptakan secara mengagumkan.
 
 
Mengenai istilah tasawuf atau sufi dan sebab-sebab disebut dengan sufi, belum ada suatu kesimpulan yang dapat kita pegang. Namun terlepas dari defenisi Sufi tersebut, adapun makna yang terkandung didalamnya adalah menghindar keduniawian, jiwa berpaling dari padanya meninggalkan kebiasaan-kebiaasan yang dilakukan manusia pada umumnya, gemar bepergian (berkhalwat), mencegah diri dari kemewahan, selalu membersihkan diri baik lahir maupun batin, bersifat lapang dada dan mempunyai sifat-sifat kepeminpinan.
 
 Sufisme dapat digambarkan sebagai suatu jalan, yang berarti asal usul dan tujuan.Tujuan dalam hal ini adalah menyibak tabir antara manusia dengan Allah SWT tentunya melalui pembersihan diri lahir batin melalui perbuatan-perbuatan yang terdapat dalam ajaran sufi, perjalanan menyibak tabir atau perjalanan sprituil seseorang dengan yang lain tidak pernah sama walaupun sebenarnya tujuannya adalah sama.
 
 
 Sebenarnya banyak orang yang salah penafsiran tentang sufi ini, menjadi sufi bukanlah dengan pergi meninggalkan kemewahan dunia dan pergi menyendiri kegua-gua dan tidak berhubungan dengan orang banyak dan memang demikianlah yang kita dengar. Bekerja dan mencari kekayaan yang banyak diatas dunia ini, memang tidak ada larangannya tetapi tentunya semuan itu harus dilakukan berdasarkan aturan-aturan dan moral yang terpuji. Dalam ajaran Islam juga disebutkan bahwa dunia ini bukanlah tujuan, tetapi menjadi sarana dan tempat mencari bekal untuk dikemudian hari yang kekal.
 
 Sebenarnya jauh dari hal tersebut dan merupakan suatu usaha mempersenjatai manusia dengan perilaku yang baik dengan prinsif-prinsif positif yang mampu menumbuhkan perkembangan masa depan kebudayaan manusia, menjadikan manusia tidak terjerat hawa nafsu dan lufa akan diri dan Ilahinya
 
  Hal ini disebabkan karena tidak adanya pendekatan tunggal yang sistematis terhadap ajaran-ajarannya, Sehingga terjadi penafsiran yang berbeda-beda walaupun sebenarnya tujuannya adalah sama. Hal in berbeda dengan ilmu fiqh dan tauhid yang jelas pendekatannya.
 
 Ajaran lain sufi tersebut adalah tentang cinta dan syair menjadi suatu media atau sarana bagi seorang sufi untuk mengekspresikan keadaan jiwanya. Sehingga banyaklah lahir syair-syair cinta dari tangan para sufi ini dan akibatnya mereka juga sering dikenal sebagai pecinta dan jadilah jalan sufi sebagai suatu jalan cinta, jika anda melangkah dua tapak menuju Tuhan, Tuhan akan berlari menuju anda, cinta akan membawa pecinta untuk bersatu dengan kekasih.
  

Sewaktu ini terjadi, perjuangan lebur menjadi sikaf pasrah, Mata darwisy sebagai pecinta sejati tidak melihat selain Tuhan dan hatinya tidak mengetahui selain Dia. Kalau sudah demikain Tuhan adalah mata yang dengannya ia melihat, tangan yang dengannya ia memegang dan lidah yang dengannya ia berbicara.

 Apabila hatinya kehilangan cinta, dia akan mati karena cinta adalah kehidupan, kesehatan dan kebahagiaan Darwisy, beberapa diantara syair cinta para sufi ini antara lain sebagai berikut:
 

Aku cinta padaMu karena dua sisi cinta, cinta akan diriMu dan cinta karena Engkau pantas untuk dicinta

Adapun cinta akan diriMu,

 aku selalu mengingatMu, bukan yang selainMu.

Dan adapun cinta karena Engkau pantas untuk dicinta
Aku tidak mengetahui alam sebelum tahu diriMu
Tiada puji dalam hal inidan itu bagi diriku
Tetapi puji dalam hal ini dan itu hanya milikMu
 
 
Ya Allah jika aku menyembahMu

 karena takut pada neraka, bakarlah aku dineraka dan jika aku menyembahMu karena mengharap surgaMu, campakkanlah aku dari dalam surga ,

tetapi jika aku menyembahMu
demi Engkau semata

Janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajahMu yang abadi kepadaKu

 

Kuhidup dalamNya dan Ketika kutinggal denganNya akupun jatuh cinta kepadaNya

Rindu tak dikenal kecuali oleh penanggungnya

 juga tidak dimabuki kecuali oleh penderitanya

Disinilah banyak terdapat kesalahan penafsiran terhadap tingkah laku seorang sufi, seperti ketika ia digigit oleh nyamuk ia malah membiarkannya dan hanya berkata biarkan ia menghisap darahku suapaya ia mengenalku. Bagi seorang awam mungkin ini adalah sebuah tindakan bodoh, tetapi kita juga harus sadar. Bak seorang yang sedang mabuk asmara, apakah masih mungkin seseorang membuat tindakan yang menyakiti orang lain, demikianlah jugalah halnya dengan Darwisy ini.

 Sejalan dengan perkembangan ajaran agama Islam, sufisme juga telah berkembang diberbagai wilayah Negara-negara Islam didunia, termasuk Mandailing Natal (Madina) juga mengalami hal yang sama. Jadilah di daerah ini banyak dijumpai ulama-ulama sufi. Mandailing Natal sebagai suatu Kabupaten yang terdapat di Sumatera utara juga mempunyai makana khas yang terkenal dengan togenya Suatu pegangan yang terdiri dari cendol, ketan hitam dan putih, cenil, tape, lupis dan selanjutnya disiran dengan santan yang telah dicampur dengan gula aren.
 

Sebagai suatu ajaran yang penuh dan syarat dengan makna, perilaku-perilaku aneh dan tidak seperti lazimnya manusia umum, jadilah sufi juga melahirkan cerita-cerita humor seperti yang disebutkan dalam buku ini. Pengajaran melalui humor (anekdot), sebenarnya juga merupakan suatu pengajaran yang sangat mengena dan mendapat resfon dari yang melihat dan mendengarnya.

 Darwisy disini adalah seorang yang sering mengembara antara kota Medan dan Panyabungan, ketika mudanya penuh dengan kesenangan dan pesta pora dan ia menuntut ilmu fiqh dan juga sampai berguru pada seorang Qori terkenal dikota Medan Khualid Daulay. Tiba-tiba semuanya berubah, ketika suatu malam selepas shalat Magrib. Seorang tua yang tiada diketahui dan dikenalnya datang kerumahnya dan megatakan semua yang diperbuatnya selama ini hanyalah sia-sia belaka karena ia berbuat semuanya adalah karena riya’.
 Sejak saat itu, iapun merubah jalan hidupnya dan menjadi sebagai seorang pengembara. Dalam kehidupan sehari-hari ia sering melakukan pekerjaan berdagang, menarik becak dan jadi pemulung. Rumahnya di Medan dan di Kotanopan ditinggalkannya dan ia lebih banyak mengembara dan memberikan manfaat bagi orang lain. Seperti Darwisy pada umumnya kehadiran dan kepergian mereka sama saja bagi kita. Mereka ada tiada peduli dan mereka pergi tidak ada yang merasa kehilangan.
 

Menjadi seorang Darwisy berarti menjadi segumpal tanah yang digali dengan sedikit air tersebar dibagian atasnya artinya, menjadi sesuatu yang tidak menyakiti telapak kaki dan tidak pula meninggalkan tebaran debu.

 Semoga syair-syair cinta dan cerita humor sufi yang di sungguhkan dalam buku ini dapat menyentuh hati dan menjadi pelajaran bagi kita dalam memperbaiki akhlak yang lebih baik seperti kata orang bijak Gajah mati meninggalkan gading, Harimau mati meninggalkan belang, maka manusia mati akan meninggalkan budi pekerti (akhlak) yang baik. Semoga cerita sufi dari Madina yang terangkum dalam sebuah toge sufi yang dapat menjadi sebuah pegangan yang dapat mengurangi dahaga sprituil kita.
 

Sebelum terlambat dan pintuNya masih terbuka marilah kita melakukan pengakuan dan perenungan.

 
Mata lelap, bintang-bintang terbenam
Gerakan-gerakan burung diam disarang mereka
Demikian juga gelombang-gelombang besar dilaut
Hanya Engkaulah yang tidak mengenal perubahan
Keadilan yang tidak pernah berbelok
Keabadian yang tidak pernah berlalu

Pintu-pintu para raja sekarang terkunci dan dijaga oleh anterk-antek mereka

Tetapi pintuMu selalu terbuka bagi siapapun yang datang kepadaMu
Tuhanku setiap pecinta sekarang sendirisan dengan kekasihnya
Dan akupun sendirian denganMu
 
 
2. TOGE MADINA
 
2.1. Toge
 Mendengar kata toge sudah tidak asing lagi bagi kita dan yang pertama terlintas dibenak kita tentunya adalah sejenis sayuran yang terbuat dari perkecambahan bijih kacang hijau dan biasanya dijual bersamaan dengan tahu dan tempe dipasaran.
 

Akan tetapi yang dimaksud dalam hal ini bukanlah seperti yang dikira secara umum ini, Tetapi adalah sejenis pegangan khas yang terdapat di daerah Madina.

 Sebagai suatu makanan khas, sebenarnya toge inipun bukanlah sesuatu yang asing dilidah kita, karena secara umum makanan khas ini tidak jauh berbeda dengan pegangan yang banyak kita jumpai disekitar kita seperti cendol, cenil, lupis.

Begitu juga dengan pegangan khas ini, juga terdiri dari komponen-komponen pengangan diatas. Disinilah letak perbedaan dan sekaligus yang membuat toge ini menjadi suatu makanan khas adalah kesemua bahan–bahan tadi seperti cendol, cenil, lupis, ketan hitam dan putih tape kesemuanya diramu dalam satu wadah dan selanjutnya disiram dengan kuah santan yang telah dicampur dengan gula aren sehingga menggoda lidah untuk mencobanya.

 Udara siang hari yang sangat terik di kota Panyabungan, akan terasa segarnya ketika kita disungguhi toge yang dicampur dengan es yang menambah nikmatnya pegangan ini dan jadilah namanya toge dingin. Rasa dahagapun terasa hilang seketika setelah mencicipinya.
 

Bagi masyarakat di Sumatera utara mungkin sudah tidak asing lagi dengan pegangan ini. Biasanya setiap bulan puasa Ramadhan akan banyak terdapat pedagang yang menjajakan makanan khas ini sebagai makanan pembuka puasa. Sebagai makanan pembuka puasa toge ini memang sangat tepat seperti para dokter yang menganjurkan dan menyarankan sebaiknya sebagai makanan pembuka puasa diutamakan memakan makanan yang manis-manis. Seperti Korma, kolak dan toge ini tentunya.

 Setelah satu harian, kita menjalankan aktifitas rutin keseharian dalam kondisi puasa tentunya pada sore hari tubuh akan terasa lemas dan dengan memakan-makanan yang manis seperti toge tentunya energi kita akan terisi kembali dan tubuh terasa segar. Selanjutnya siap untuk melaksanakan kewajiban ibadah lainnya.
 

Pada bulan puasa Ramadhan, untuk mendapatkan penganan ini dikota Medan dapat ditemui dibeberapa persimpangan jalan seperti di Jalan Prof. M. Yamin SH atau didepan Mesjid juang 45, Simp. Jalan Pahlawan, Pajak simp. Limun dan di jalan Dr Mansyur Padang bulan juga ada mahasiswa yang juga turut berdagang pegangan ini.

 Di Kota Panyabungan sendiri sebagai asal dari pegangan khas ini setiap harinya dapat ditemukan dengan mudah, baik dipasar lama mapaun pasar baru Panyabungan. Sebagai suatu Kota transit antara Padang sidumpuan-Kotanopan dan Sidimpuan-Natal atau sebaliknya dan orang-orang yang transit dikota ini akan menyempatkan untuk mencicipi dan memesan makanan khas ini untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.
 

Kadang ada juga, beberapa orang yang berada diluar wilayah Madina yang sengaja datang ke Kota Panyabungan hanya untuk sekedar membeli pegangan ini, mungkin ada seseorang anggota keluarganya yang sedang hamil ngidam toge.

 Bagi anda yang belum sama sekali pernah mencicipi dan merasakan nikmat nya toge ini, silahkan mencobanya dahulu.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 2.1 Toge Makanan Khas Madina

 

 
 
 
 

2.2. Madina
 
1. Letak wilayah

Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai salah satu Kabupaten yang terdapat di Sumatera utara dan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten induk Tapanuli selatan dan terbentuk sesuai dengan UU No. 12 Tahun 1998 Tanggal 23 November 1998 serta diresmikan tanggal 11 Maret 1999, secara garis lintang atau astronomis terletak pada koordinat 0o10’LU – 1o50’ LU dan 98o 50’BT-100o10’BT berada pada ketinggian 0 meter sampai 2.145 meter diatas permukaan laut serta mempunyai luas kurang lebih dari 6.620.700 Km atau 662.070 Ha dengan keadaan topografi cukup berfariasi.

 Secara Geografi terletak di perbatasan antara propinsi Sumatera utara dengan propinsi Sumatera barat dan sebelah baratnya berbatasan langsung dengan Samudra hindia.
 

Untuk mencapai Kota Panyabungan sebagai ibukota Kabupaten Mandailing Natal selanjutnya disebut Madina, dapat ditempuh dari jalur darat utara dan selatan. Dari arah utara, yaitu dari Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera utara dapat ditempuh dengan menggunakan jalur sebagai berikut : Medan –Sipirok-Panyabungan dengan waktu tempuh sekitar tujuh jam, begitu juga dari arah selatan dapat ditempuh dengan menggunakan jalur sebagai berikut : Padang sebagai ibu kota Propinsi Sumatera barat – Pasaman –Panyabungan juga dapat ditempuh sekitar tujuh jam. Posisi Kabupaten yang terletak dijalur lintas barat Sumatera membuat daerah ini ramai dilewati oleh kenderaan.

 

Begitu juga dengan jaluar udara dapat ditempuh memlalui rute Medan-Pinangsori (Sibolga)-Panyabungan dengan jarak tempuh sekitar empat jam.

Keadaan iklim daerah Mandailing Natal dan sekitarnya memeiliki iklim tropis dan mempunyai dua musim, yakni musim hujan dan musim kemarau. Fisiografi daerah Mandailing Natal ini dapat dikelompokkan menjadi beberapa zona, yaitu zona daratan pantai barat, zona jajaran bukit barisan bagian barat, dataran graben Panyabungan dan zona jajaran bukit barisan bagian timur.

 Sungai-sungai baik yang besar maupun kecil banyak terdapat di daerah ini, salah satu sungai yang besar dan menjadi kebanggan masyarakat adalah Batanggadis (batang=Sungai), selain itu terdapat sungai Batang batahan, Batang Natal.
 

Sungai aek pohon yang membelah kota Panyabungan menambah keindahan panorama ibukota kota kabupaten ini, begitu juga dengan daerah sitinjak semisal daerah puncak di pulau Jawa menjadi daya tarik bagi kita untuk berkunjung dan betah berlama-lama disini. Angin yang berhembus sepoi-espoi dan udara dingin terasa hangat dengan memesan segelah bandrek di kedai yang terdapat dipuncak ini.

Pemandian air hangat yang sangat mudah dijangkau persis dipinggir jalan antara Panyabungan dengan Sitinjak banyak dikunjungi orang-orang yang lewat dari lokasi ini, begitu juga dengan wisatawan lokal yang sengaja datang kelokasi ini untuk menikmati keindahan panorama alam tor pangolat.

 
 
2. Budaya
 

Sebagaimana Suku-suku lainnya yang terdapat di Nusantara, masyarakat Mandailing yang mendiami lembah Mandailing yang subur telah pula ikut membantu dan mempengaruhi perkembangan budaya masyarakat Madina. Dalam budayanya masyarakat Madina mengenal sistem kekerabatan patrinial dan terikat pada susunan dalihan natolu (DNT), yaitu tiga unsure masyarakat yang terdiri dari Kahanggi, Mora dan nak boru. Kahanggi adalah kerabata menurut garis laki-laki keturunan cikal bakal laki-laki juga. Dengan pengertian lain mereka yang secikal tersebut adalah semarga dan dalam istilah batak toba kelompok kerabata ini disebut dongan sabutuha yang berarti mereka dilahirkan dari satu rahim yang sama.

 Mora adalah merupakan kelompok kerabata yang melahirkan istri atau disebut juga kelompok kerabat pemberi istri (Wife giver). Sedangkan anak boru adalah kerabat yang mengambil istri (Wifetaker) dan ketiga unsure masyarakat tradisional ini bagaikan sebuah tungku yang meyangga periuk dengan posisi setara baik jarak dan tinggi masing-masing. Sehingga periuk yang disangga berada dalam keadaan stabil dan tidak miring kemanapun juga.
 Ada juga kerabat yang lain yang masuk kedalam masing-masing tiga unsure dalihan Natolu ini, ialah Pareban. Kelompok ini masuk dalam kelompok kahanggi, mora ni mora (mora dari mora). Setiap kelompok dalam Dalhan natolu ini memiliki tiga kelompok kerabat tersebut, sehingga pada suatau peristiwa atau acara adat maka peran seseorang juga dapat berbeda-beda. Dengan pengertian lain, dalam suatu kelompok seseorang bisa sebagai mora, dalam kelompok lain bisa sebagai kahanggi dan pada dalam kelompok lain sebagai anakboru.
 

Masing-masing unsur dalam kaitan Dalihan Natolu memiliki etika, perilaku, hak dan kewajiban yang khas sehingga dengan menyebut atau menyapa lawan bicaranya dengan istilah kekerabatan tertentu orang lain akan dapat mengetahui dengan mudah hubungan kekerabatan mereka.

Kebudayaan terikat dengan ruang dan waktu oleh karena itu kebudayaan senantiasa mengalami perubahan juga dan perubahan kebudayaan inimerupakan suatu proses adaptasisesuai dengan keadaan lingkungan hidup manusia.

 

Nilai-nilai budaya tradisional Mandailing ini secara berkesinambungan disosialisasikan kepada anak-anak sampai mereka dewasa bahkan sampai mereka membentuk rtumah tangga dan menjadi anggota masyarajkata adat. Sosialisasi semacam ini membentuk perilaku khas orang Mandailing dengan beberapa variasi dari satu kampong kekapung lain.

 
3. Agama
 

Dalam kehidupan beragama masyarakata Mandailing Natal termasuk dalam kategori yang taat dan masih kuat memegang tradis-tradisi keagamaan. Pendudukny hampir 96 % adalah pemeluk agama Islam. Banyaknya pesantren yang berdiri di wilayah ini adalah merupakan salah satu bukti betapa kuat dan besarnya jiwa masyarakat Mandailing Natal dalam nuansa beragama.

 Dari suku Mandailing ini juga telah banyak melahirkan ulama-ulama besar yang bukan saja dikenal di Nusantar bahkan sampai pada taraf internasional seperti Khualid Daulay sebagai seorang qori hafish lagi fasih dan Syekh Abdul Kadir al Mandily yang pernah menjabat sebagai imam di Masjidil Harom tanah suci Mekkah pada tahun 1890an.
 

Begitu juga dengan julukan bahwa Mandailing Natal adalah Serambi Mekkahnya Sumatera uatara adalah juga merupakan tanda lainnya betapa masyarakat Mandailing Natal memegang teguh ajaran agamanya.

 
4. Suku
 

Sebagai suatu daerah yang dapat mengikuti perkembangan dan dapat menerima kedatangan para pendatang baru sejak zaman dahulu maka di wilayah Mandailing Natal juga terdapat beberapa suku-suku pendatang. Adapun suku-suku yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal adalah mayoritas suku Mandailing dan pada wilayah pantai barat terdapat suku pesisir dan selebihnya adalah suku batak, Jawa serta turunan India dan China.

 Antara suku yang satu dengan lain terjalin hubugan yang sangat erat dan sebagian dari suku pendatang ini telah masuk pada sistem kekerabatan masyarakat yang tergabung dalam Dalihan natolu (DNT).
 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 2.2. Kota Panyabungan dengan latar Gunung Sorik marapi

 
 
4. SUFI MADINA
 
 
 
 

4.1.      Perkembangan Sufi di Madina

 

Sebagaimana masuk dan berkembangnya ajaran Agama Islam di Nusantara ini, yang di mulai dari daerah pelabuhan dan selanjutnya berkembang ke daerah-daerah hulu sungai dan selanjutnya menyebar sampai ke daerah pedalaman lainnya yang sulit untuk ditembus. Akhirnya ajaran agama Islam menyebar diseluruh wilayah pelosok Nusantra, Sejurus dengan masuknya ajaran Islam, begitu juga kiranya dengan masuk dan berkembangnya ajaran tasawuf di Indonesia serta perkembangan-perkembangan lainnya yang berhubungan dengan kondisi dan gejolak yang terjadi ditanah suci Mekkah sebagai pusat agama Islam sedunia, maka sekecil apapun perkembangan tersebut akan terpengaruh pada daerah-daerah Islam diseluruh dunia. Seperti perkembangan tasawuf di tanah suci, juga tidak terlepas dari perkembangan tasawuf yang terdapat di seluruh dunia

 

Dalam sejarah perkembangan sufi atau tariqoh di Madina tidak dapat diketahui secara rinci, tetapi sejak tahun 1817 ada sebuah riwayat yang menyebutkan tentang seseorang yang sangat keras dalam menjalankan dan menerapkan pengajaran yang terdapat dalam ajaran sufi (seperti tersebut pada bab ajaran-ajaran sufi) dan orang ini, termasuk salah seorang yang menerapkan pola hidup zuhud. Sebelum suatu kejadian besar yang dialaminya, beliau ini dianggap seperti orang biasa pada umumnya. Sebagai seorang yang alim pada saat itu, beliau tidak menampakkan sesuatu yang istimewa dan begitu juga dengan pembawaannya yang sangat sederhana sekali. Suatu ketika warga di kagetkan dengan teriakan “Mosok Mokah” (Mekkah terbakar dan diceritakan pada Kisah Syekh Abdul Fattah Pagaransigatal selanjutnya) keluar dari mulut lelaki yang bertubuh kurus ini dan iapun tiba-tiba lenyap dari pandangan orang disekitarnya.

 

Kejadian ini juga hanya menambah pandangan yang tidak jelas bagi lelaki ini, kemudian hari ucapan dan kejadian yang dialami beliau ini benar dan dibuktikan oleh orang-orang yang bersua dengannya ditanah suci Mekkah pada saat kejadian tersebut berlangsung setelah sekembalinya jemaah haji yang melaksanakan haji pada tahun tersebut.

 

Tentang cerita “Mosok Mokah” ini, sampai sekarang masih hangat ditelinga kita diceritakan oleh orang-orang tua di daerah ini.

Dari cerita yang didapat ini, dapatlah disebutkan bahwa beliau ini yang bernama lengkap Syekh Abdul Fattah Pagaransigatal adalah merupakan salah seorang tokoh fenomenal sufi Madina. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para Tuan Syekh yang lain dan begitu banyak serta kesemuanya tentunya juga adalah merupakan orang-orang yang menerapkan ajaran-ajaran sufi dan pantas disebut sebagai tokoh-tokoh sufi. Kiranya tidaklah cukup ruang yang kecil ini untuk memaparkannya, mudah-mudahan penulis diberikan kesehatan, rezki, dan kesempatan atas waktu olehNya dalam menuliskan perjalanan dan riwayat hidup dari kekasih-kekasihNya ini. Tentunya sangat besar manfaatnya, terutama menjadi contoh, panutan dan pelajaran bagi generasi yang sekarang ini dizaman yang serba materi ini.

 

Beberapa tokoh sufi Madina yang sering namanya diceritakan orang tua di daerah ini adalah seperti Syekh Abdul Qodir al Mandily Syekh Abdul Fattah Pagaransiagatal, Syekh Abdul Mutholib Manyabar, Syekh Sulaiman al Kholidy Huatapungkut, Syekh Jakfar Abdul Qodir al Mandily, Syekh Yakub Abdul Qodir al Mandily, Syekh Abdul Wahab Muaramais, Syekh M. Yunus lubis maga dan Syekh Musthofa Husein Purbabaru dan lainnya.

 

Seperti disebutkan diatas, sebutan daerah Madina sebagai serambi Mekkahnya Sumatera utara bukanlah tanpa alasan yang tidak jelas dan begitu juga dengan peninggalan serta pengaruh Syekh-Syekh ini sebagai manusia atau guru yang memberikan kesejukan dan menyinari jalan hidup masyarakat Madina sejak dahulu hingga sekarang ini.

 

Mudah-mudahan daerah Madina ini, menjadi seperti daerah yang diharapkan dan ditabalkan padanya dan dapat menjadi contoh juga bagi seluruh daerah lainnya diwilayah Nusantara. Amin

 
4.2. Tokoh Sufi Madina
 

Untuk menuliskan sejarah perkembangan sufi di Madina dengan tokoh-tokoh yang terdapat didaerah ini, tidaklah cukup kiranya dibahas dalam satu bab dan tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat kepada para tokoh sufi atau wali-wali Allah SWT yang terdapat di bumi Madina, maka beberapa diantaranya yang dapat mewakili adalah sebagai berikut :

 
1. Syekh Abdul Fattah Pagaransigatal (1809-1900)
 

Makam beliau terdapat di desa Pagaran sigatal, yang terletak disebelah barat Kota Panyabungan dengan jarak tempuh sekitar sepuluh menit dan persis di pinggir jalan besar Syekh Abdul Khodir al Mandily. Yang menghubungkan Kota Panyabungan dengan Gunung Baringin sebagai ibukota Kecamatan Panyabungan timur.

 

Beliau hidup sekitar tahun 1809 -1900, beliau lahir di daerah Tele di Natal, nama kecilnya adalah Abdul Fattah. Al kisah kehidupan keluarga ini sangat sederhana sekali. Rumah sebagai tempat tinggal merekapun terbuat dari kulit kayu. Pada waktu itu di Natal sudah berkembang ajaran Islam dan merekapun tinggal di lingkungan masyarakat Islam.

 

Kisah hidup Syekh yang dramatic ini, bermula ketika ia telah pindah ke Kotasiantar sebagai Kuria atau kerajaan yang terdapat di Panyabungan pada saat itu. Setelah remaja iapun menuntut ilmu pada beberapa orang guru, diantaranya ialah Syekh Abdul Fattah Natal dan Syekh Zainal Abidin di Hutasiantar. Menurut riwayat pelajaran yang diterima beliau di terapkan dengan cara berkhalwat atau mengasingkan diri dan kehidupannyapun dilaluinya dengan penuh berbagai keprihatinan.

 

Berkat hidayah Allah SWT atas kesungguhan beliau dalam menjalankan amalan-amalan tasawuf, akhirnya beliau berhasil menjadi seorang abid   lagi alim dengan limpahan kurnia dan berkahNya.

Suatu ketika, gurunya menyuruh beliau supaya pergi menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekkah. Begitu berat rasanya menjalankan perintah gurunya ini, karena untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari beliau sudah pas-pasan bagaimana pula dengan biaya yang diperlukan dalam melaksanakan ibadah haji ini.

 

Di kemudian hari suruhan gurunya ini berubah menjadi suatu paksaan, atas nasehat gurunya yang menerangkan bahwa pertolongan Allah SWT akan selalu menyertai hamba-hambaNya. Akhirnya beliau pergi juga menunaikan ibadah haji dan ternyata pertolongan Allah selalu menyertai hamba-hambanya yang bertaqwa. Sehingga ia tiada nenemukan kesulitan yang besar dalam melaksanakan perjalanna tersebut dan yang dijumpainya hanyalah kemudahan-kemudahan saja sehingga akhirnya ia kembali ketanah air.

 

Pada suatu hari Jum’at ketika beliau hendak bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah shalat jum’ah dengan melakukan cukuran disekitar Mesjid Kotasiantar. Tiba-tiba beliau berteriak Kota Mekkah sedang terbakar, mendengar teriakan ini orang-orang di sekitarnya merasa keheranan dan seperti tidak percaya. Seketika itu beliau meminta kepada orang yang mencukur rambutnya supaya berhenti sebentar dan iapun beranjak dari tempat duduknya dan ia pun kemudian berlari dan menghilang dari pandangan mata.

 

Tak seberapa lama, ia telah kembali dengan kepala yang beluam siap dicukur dan badan yang dipenuhi oleh abu bekas kebakaran. Begitu juga dengan sarung golok miliknya yang terselip dipinggang telah tertinggal. Sambil bercerita tentang ikwal kebakaran yang terjadi di tanah suci Mekkah cukuranpun dilanjutkan.

 

Mendengar cerita yang tidak lazim didengar orang pada saat itu, sebetulnya banyak yang tidak percaya. Tetapi setelah rombongan jemaah haji tahun itu yang berasal dari kampong sekitarnya pulang dari tanah suci Mekkah, ditambah lagi dengan dikembalikannya sarung golok beliau yang tertinggal di Mekkah pada saat ikut memadamkan api dan tanpa sepengetahuannya tertinggal barulah masyarakat ramai membicarakan dean mempercayai kejadian yang berlangsung di sekitar Mesjid Kotasiantar waktu itu.

 

Sebelum kejadian yang menggemparkan tersebut, dalam pandangan masyarakat awam di Kotasiantar beliau adalah seorang yang biasa saja dan penampilannya yang sangat sederhana juga membuat pandangan masyarakat yang tidak begitu besar padanya. Tetapi setelah kejadian tersebut, barulah masyarakat ramai memberikan perhatian yang besar padanya dan mengganggapnya sebagai seorang yang keramat.

 

Pada tahun 1900, ketika berumur sembilan puluh tahun beliau dipanggil yang Kuasa. Semoga beliau dilimpahai rahmat dan ridhaNya.. Amin

 

Sepeninggal beliau, kekeramatannya ini masih besar pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Ketika terjadi perselisihan antara dua pihak yang tidak dapat ditemukan jalanpenyelesaiannya dan masing-masing pihak merasa paling benar maka sebagai solusi keduan belah pihak akan dibawa untuk bersumpah dikomplek pemakaman beliau dan kalau sudah mendengar demikian, biasanya kedua belah pihak yang bertikai akan mau berdamai karena kalau sudah bersumpah di komplek pemakaman ini maka akibatnya akan lebih fatal.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.1. Makam Syekh Abdul Fattah Pagaransigatal
 
 
2. Syekh Abdul Mutholib Manyabar (1874-1937)
 

Makam Syekh ini terdapat di Desa Manyabar sekitar tiga kilometer dari Kota Panyabungan arah barat dan dapat ditempuh sekitar seperempat jam. Hidup sekitar tahun 1874-1937). Nama lengkapnya adalah Abdul Mutholib bin Japidodang lahir di desa ini, sejak kecil telah jadi piatu dan berbagai macam dukapun telah merundung beliau. Pada umur sepuluh tahun, beliau telah bekerja mencari nafkah sendiri dan bekerja sebagai seorang pengembala kerbau miliki seorang kaya di daerah Mompang.

 

Ditempatnya bekerja ini, beliau bekerja tidak sendrian. Disini juga terdapat seorang anak sebayanya dan yang menjadi sahabatnya kelak, mungkin karena memiliki kisah hidup yang sama. Namanya Jamaniangi yang berasal dari desa Siladang.

 

Ketika beranjak umur dua belas tahun, beliau dibawa oleh abangnya yang bernama Abdul Latif ke tanah deli. Ditempat ini juga ia bekerja seperti pekerjaannya semula, yakni memberi makan kuda majikannya. Ketika ekonomi abanya membaik, merekapun berdagang kain ke kebun-kebun di tanah Deli.

Dari hasil berdagang kain ini, merek mendapat untung yang banyak dan pada umur tujuhbelas tahun keduanya memutuskan untuk berangkat menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekkah.

 

Pada saat rombongan haji pada tahun itu pulang ketanah air, beliau tidak turut abangnya dan memilih tinggal serta menuntut ilmu agama. Setelah lama menetap dan kawin serta dikaruniai anak di Kota Mekkah.

Pada tahun 1923, belia sekeluarga pulang ketanah air dan menetap dikampung halamannya. Dikampung halamannya ini, mulailah ia diminta masyarakat sekitar untuk mengajar.

 

Teringat dengan shabatnya ketiga bekerja sebagai pengembala kerbau, beliaupun pergi menjumpai sahabatnya tersebut. Sesampai dikampung tersebut, betapa prihatin dan tergugahnya beliau melihat kondisi sosial dan pelaksanaan syariah agama di desa tersebut.

 Desa Siladang yang terletak diatas bantaran sungai Batanggadis, bantaran ini cukup curam sehingga menyulitkan masyarakat untuk untuk sampai kesumber air tersebut. Jangankan untuk melaksanakan syariah ibadah untuk mendapatkan air untuk mandipun mereka kesusahan.
 
Dengan memanjatkan do’a serta seizin Allah SWT, menggunakan tongkat    yang dipakai beliau dipukulkan ketanah dan dari tanah tersebut keluarlah mata air seperti keluarnya keringat dari tuhuh manusia dan kemudian menjelma menjadi sebuah kolam yang luasnya sekitar dua meter persegi. Oleh masyarakat setempat sumber air ini disebut dengan aek banir (Air yang keluar seperti keringat) dikemudian hari nama kampong inipun terkenal dengan nama Aek banir.
 

Sampai sekarang sumber mata air yang terdapat di bantaran sungai Batanggadis ini masih ada dan dipergunakan masyarakat sebagai sumber mata air dalam kehidupan seharai-hari. Sebagai suatu sumber mata air, mata air ini juga terpengaruh dengan keadaan ini. Sehingga pada saat musim panas atau kemarau, jumlah air yang terdapat dikolam ini akan turun drastic, tetapi tidak sampai mengalami kekeringan betul.

 Sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas karunianya yang sangat besar ini, percis disebelah sumber mata air ini dibangunlah sebuah Mesjid yang sederhana sebagai tempat beribadah dan kegiatan keagamaan lainnya. Sekarang, Mesjid ini telah dibongkar dan dibangun dengan bangunan yang lebih permanent walaupun masih dalam tahap penyelesaian tetapi tidak mengurangi keindahan bentuknya dan menjadi Mesjid kebanggaan bagi masyarakat di desa ini.
 
Suatu ketika pemerintah Propinsi Sumatera utara membuat suatu proyek pengadaan air bersih bagi daerah terpencil seperti Siladang ini, alat-alat beratpun mulai dimasukkan kedaerah ini. Mulai dari mata bor, pipa-pipa berbagai inci. Pada suatu titik tertentu dilakukakanlah kegiatan pemboran pencarian sumber mata air bersih bagi penduduk setempat, sejak hari pertama dan hingga berbulan lamanya pengeboran dan pencarian sumber air yang dimaksud belum juga berhasil walaupun telah beberapa meter dalamnya dan akhirnya para pekerja meninggalkan lokasi tersebut begitu saja.
 

Berdasarkan ilmu Geologi, Formasi batuan penyusun daerah Siladang ini terdiri dari batuan gamping. Batu gamping adalah sebagai suatu batuan yang mempunyai porositas tinggi, yang berarti batuan yang tidak mungkin menyimpan dan menjadi reservoir air tanah. Pada saat hujan turun, air masuk kedalam tanah dan selanjutnya dialirkan terus ke sungai Batanggadis melalui pori-pori batuan gamping tersebut. Jadi secara geologis, keberadaan mata air ini adalah merupakan suatu anomaly tentunya.

 Begitu juga suatu ketika, beliau berpapasan dengan seorang Kuria (Raja) yang baru pulang dari Desa Siladang (aek banir) setelah selesai memungut pajak. Sebagai sesama manusia yang kebetulan berpapasan di tengah jalan, beliaupun menyapa Raja ini, dasar seorang Raja merasa orang hebat hanya menjawabnya dengan jawaban yang sangat sinis.
 

Setelah Raja sampai dan akan menyetorkan hasil pajak tersebut pada Kolonial Belanda ternyata seluruh isinya telah kosong. Teringat dengan kejadian yang barusan dilaluinya dengan jawaban yang kurang sopan pada seseorang yang alim, Rajapun meminta maaf kepada beliau.

 Pada tahun 1937, saat itu beliau genap berumur 90 tahun. Beliaupun dipanggil Yang Maha Kuasa kesisiNya. Semoga Ilahi Rabbi melimpahi curahan rahmat dan taufiq kepada Syekh Abdul Mutholib ini, Amin
 
 
 
 
 
 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.2. Makam Syekh Abdul Mutholib Manyabar

 
 
 
 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.3. Mesjid yang dibangun Syekh Abdul Mutholib di Manyabar Panyabungan

 
 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.4. Sumber mata air peninggalan Syekh Abdul Mutholib di Aek banir

 
3. Syekh Sulaiman al Kholidy (1842-1917)
 

Beliau hidup sekitar tahun 1842-1917, Lahir di Hutapungkut. Hutapungkut merupakan sebuah desa yang terletak disebelah tengga kota Panyabungan dan dapat ditempuh sekitar satu jam dan desa ini juga merupakan kampong kelahiran dari Jenderal besar Abdul Haris Nasution yang terkenal dengan panggilan Pak Nas.

 Nama kecilnya Sulaiman, oleh gurunya kemudian kelak namanya menjadi Syekh Sulaiman al Kholidy. Ayahandanya bernama Japagar seorang pendekar yang sangat disegani, sebagai seorang anak pendekar ia pun mempunyai keahlian yang cakap dalam hal bela diri. Suatu ketika mereka pindah ke Sipirok, ketika remaja ia senang belajar agama dan pada tahun 1863 ia pergi berguru ke Sumatera timur kepada Tuan guru Abdul Wahab Rokan atau terkenal juga dengan sebuatan Tuan guru Basilam.
 Setelah beberapa tahun berguru pada Tuan Syekh disini, pada tahun 1868. Oleh gurunya Syekh Abdul Wahab Rokan menyuruhnya untuk menunaikan badah haji ketanah suci Mekkah dan sambil menuntut ilmu tentang tariqat Naqsabady di Jabal Qubeis kepada Syekh Sulaiman Zuhdi (Silsilah 33 dari tariqot Naqsabady) dan Syekh inilah yang menabalkan namanya menjadi Syekh Sulaiman al Kholidy..
 Dalam pergaulannya degan gurunya ini, ia diberi beberapa buku seperti “Shahifah Ash Shifa dan beberapa buku lainnya terutama tentang pedoman dan bimbingan tasawuf. Sampai sekarang buku-buku tersebut masih tersimpan dirumahnya di Hutapungkut, ketika itu dipegang oleh cucunya yang bernama Syekh H. sulaiman. Setelah sekian lama menuntut ilmu di Kota Mekkah, iapun kembali ketanah air dan menetap dikampung halamannya di desa Hutapungkut.
 

Dikampungnya ini, beliau membangun komplek yang terdiri dari rumah dan Mesjid yang berfungsi sebagai tempat pengamalan tareqat Naqsabandy.

 Dalam membangun komplek ini, beliau memanfaatkan kayu-kayu bulat besar yang diambil dari hutan sekitar sebagai tiang dan pondasi rumah yang masih berdiri dan kokoh sampai sekarang disekitar perumahan warga. Dalam pembangunan ini, para pekerja atau tukang yang membangun rumah ini tidak ada mengalami kesulitan terutama dalam mengangkut kayu-kayu besar yang sangat berat dserta membawanya sambil menuruni lereng perbukitan. Begitu juga ketika melewati lorong atau gang kecil diantara rumah-rumah warga yang sangat sempit.
 

Benda-benda lainnya sebagai benda peninggalan beliau masih banyak tersimpan, begitu juga dengan bendi yang menjadi satu-satunya sebagai alat trasportasi pada saat itu juga masih dapat kita jumpai. Konon bendi inilah yang dipergunakan Syekh Sulaiman al Kholidy ketika pulang dari Desa Pakantan ketika ia dihadang oleh Buyung darek dan sahabatnya (Diceritakan pada hal cerita guru) terdapat dan tersimpan dikomplek ini.

Pada masa itu, Dikampung yang sama juga terdapat seorang Syekh yang bernama Syekh Abdul Hamid (1865-1928) dan beliau ini adalah merupakan guru dar Syekh Musthofa Husein Purbabaru. Syekh ini sangat menentang keras tentang pengajaran ilmu tariqot. Namun sebagai sama-sama ulama besar keduanya tidak pernah berselisih tentang pendapat dan ajaran masing-masing. Keduanya hidup rukun berdampingan padahal jarak kedua rumah mereka sekitar satu kilometer. Syekh Sulaiman al Kholidy tinggal didesa Hutapungkut tonga dan Syekh Abdul Hamid tinggal di Hutapungkut julu.

 Dikampung halaman dan sekitarnya ini, iapun mengajarkan ilmu tariqot Naqsabandy dan beberapa muridnya antara lain ialah :
  1. Syekh Abdul Kadir Padanglawas
  2. Syekh Hasyim Ranjobatu
  3. Syekh Abdul Majid Tanjunglarangan
  4. Syekh Ismail Muarasipongi
  5. Syekh Basir Pakantan
  6. Syekh Abdul baqi (Anak kandung beliau) di Hutapungkut
 Begitu juga dengan murid-murid beliau ini, diarahkannya untuk pergi menunakan ibadah haji ketanah suci Mekkah dan sekembalinya dari melaksanakan ibadah haji. Merekapun diarahkan juga menjadi guru yang mengembangkan tariqot Naqsabady didaerah masing-masing dan dikemudian hari lahirlah Guru-guru atau Syekh yang mengajarkan tariqou Naqsabandy di daerah Madina ini seperti disebutkan beberapa diantaranya diatas.
 Pada tanggal 3 Muharram 1336 H atau bertepatan pada tanggal 12 Oktober 1917, Syekh yang sangat dicintai oleh masyarakat ini dipanggil Yang Maha dan waktu itu bertepatan umur beliau telah mencapai 75 tahun.

Semoga Ilahi Rabbi melimpahi cuarhan rahmat dan taufiq kepada Syekh Sulaiman holidy ini, Amin

  

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Gambar 4.5. Makam Syekh Sulaiman al Kholidy Hutapungkut
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

ambar 4.6. Komplek perumahan Syekh Sulaiman al Kholidy di Hutapungkut. Ulu Pungkut

 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.7. Makam Syekh Abdul Hamid di Hutapungkut julu

 
 
4. Syekh Musthofa Husein Purbabaru (1886-1937)
 
 

Syekh Musthofa Husein Purba baru hidup sekitar tahun 1886-1937, beliau lahir di desa Tanobato sebuah desa yang terdapat disebelah selatan Kota Panyabungan dan dapat ditempuh sekitar setengah jam.

Ayahandanya bernama Haji Husein adalah seorang pedagang yang sangat alim, waraq lagi taat. Padat tahun 1893, ketika beliau berumur tujuh tahun, iapun dimasukkan pada sekolah Gouvernement yang terkenal pada saat itu dengan sekolah dua Kayu laut.

 

Dengan kesungguhannya, akhirnya beliau dapat menyelesaikan pendidikan disekolah tersebut. sampai tamat. Melihat kerajinan dan kecerdasan muridnya yang satu ini dalam kelas luar biasa, gurunya yang bernama Sutan guru yang adalah murid dari William Iskandar meyarankan kepada orang tuanya supaya beliau dilanjutkan  sekolahnya ke Bukit tinggi.

 

Harapan gurunya ini, tidak kesampaian karena darah agama yang kuat yang mengalir dari orang tuanya telah membawanya belajar pada seorang Syekh yang bernama Syekh Abdul Hamid di Hutapungkut yang hidup bersamaan dengan Syekh Sulaiman al Kholidy.

 

Pada tahun 1900, setelah beberapa tahun belajar dan mengabdi pada gurunya, iapun disuruh supaya pergi menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu di Kota suci Mekkah pada tahun itu.

Selama ditanah suci, iapun menyempatkan diri belajar pada beberapa Syekh atau ulama besar pada saat itu seperti :

  1. Syekh Abdul Kadir al Mandily
  2. Syekh Umar Sato
  3. Syekh Muktar bagan
 Tahun 1912, Setelah beberapa lama bermukim ditanah suci Mekkah dan juga berhubung karena orang tuanya telah berpulang kerahmatullah beliaupun kembali ketanah air. Oleh masyarakat sekitar beliaupun dimintakan untuk mengajar dan memberikan pencerahan bagi mereka dan sejak ituu, mulailah beliau mengajar di surau-surau disekitar kampong tersebut.
 Hingga disuatu saat, pada tanggal 28 Nopember 1915 terjadi suatu bencana alam yang besar dan sampai menenggelamkan pasar Tanobato waktu itu.
 Untuk tetap tinggal dan menetap di Tanobato pada waktu itu sudah tidak memungkinkan, oleh sebab itu beliaupun pindah ke kampong sekitarnya yang bernama desa Purba dan beliapun langsung mendirikan sebuah lokasi pengajian yang sederhana dan menjadi cikal bakal pesantren yang didirikan beliau. Dikemudian hari kampong ini menjadi desa Purbabaru dan tanggal 28 Nopember 1915 juga dipakai sebagai tanggal pendirian pesantren Musthofawiyah Purbabaru ini.
 Ciri khas dari pesantren yang didirikan beliau ini, adalah didirikannya gubuk-gubuk kecil sebagai tempat tinggal para santri yang belajar di pesantren ini dan juga sekaligus menjadi sebuah symbol kesungguhan, kesederhanaan, kemandirian dan kezuhudan dari para santrinya dalam menuntut ilmu. Selanjutnya pesantren ini berkembang terus. dan santrinya yang mula pertama hanya berasal dari daerah sekitar. Tetapi berkembang dan bertambah terus terutama dari berbagai daerah pelosok di Nusantara dan jumlahnyapun mencapai ribuan orang.
 

Untuk mengakomodir santri yang begitu banyak ini, setiap daerah santri disuruh membuat persatuan masing-masing dibawah komando santri-santri yang telah lama bellajar id pesantren ini. Bagi santri yang tidak memungkinkan membentuk perastuan ini, mungkin jumlah yang kecil maka santri boleh bergabung dengan kelompok atau persatuan yang disukainya. Dalam hal ini, santri juga telah dibina dalam berorganisasi.

 Pada tahun 1950, muridnya sudah mencapai 4500 orang dan demikian juga dengan para alumninya telah banyak menjadi orang-orang besar dan menduduki beberapa jabatan strategis dinegara kita ini.

Dalam menunjang aktifitas kelancaran proses kegiatan belajar mengajar, belaiu telah membuat terobosan baru dengan membuka sebuah lahan perkebunan karet yang terletak di aekgodang. Sehingga dana kelancaran proses belajar tidak hanya tertumpu pada iuran santrinya saja.

 Ketika terjadi masa-masa kritis dinegara kita, sebagai sebuah pesantren yang telah berdiri kokoh maka peasantren ini tidak terpengaruh dalam aktifitas belajar mengajarnya  

Begitu juga dalam usaha pendirian koperasi dipesantren ini, beliau gigih memperjuangkanny. Melihat kegigihan dan keberhasilan beliau dalam mengembangkan pesantren ini, sehingga pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1934 menganugerahinya suatu bintang perak dari kerajaan Belanda.

 Pada masa Agresi militer Belanda ke II tahun 1949, bersama Syekh Jakfar Abdul Kodir al Mandily , Syekh Yakub Abdul Kodir al Mandily dan H. Fakhruddin Arif. Mereka telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa wajib dan fardu ain hukumnya bagi. setiap muslim yang mukhallaf melawan Agresi milter Belanda.
 

Bagi yang gugur dalam pertempuran itu adalah syahid, sehingga banyaklah putra-putri terbaik Madina yang tampil dan siap berkorban untuk bangsa dan agama pada saat itu. Akhirnya pihak Belanda tidak pernah melewati daerah Madina, padahal waktu itu tentara Belanda yang datang dari arah Padang sidempuan dan tentara Belanda yang datang dari arah Bukittinggi akan bertemu di Daerah Kotanopan.

 Suatu ketika, pada jaman perang kemerdekaan yakni pada suatu malam saat memberikan pengajaran bagi santrinya. Tiba-tiba lampu templok mulai redup cahayanya karena kehabisan bahan baker minyak tanah, melihat hal demikian beliau menyuruh salah seorang santrinya mengisi lampu templok tersebut dengan air sungai Singolot (Sungai yang rasanya kelat/ngolot bahasa Mandailing dan berasal dari Gunung Sorik Marapi) yang mengalir di seberang lokasi pesantren ini.

Tanpa menunjukkan sedikitpun penolakan, santri inipun langsung mengambil lampu teplok dan mengisinya dengan air yang dimaksud. Suatu keajaibanpun muncul, lampu kembali menyala dengan terang dan pengajianpun dilanjutkan kembali seperti biasa.

 Pada tanggal 16 Nopember 1955 ketika berumur 70 tahun, Syekh yang kharismatik ini dipanggil Yang Maha Kuasa, ribuan pelayatpun datang mengiringi prosesi pemakaman beliau dan makam beliau terdapat disekitar komplek pesantren Musthofawiyah Purbabaru persis diseberang jalan besar Panyabungan-Bukittinggi.

Semoga Ilahi Rabbi melimpahi cuarhan rahmat dan taufiq kepada Syekh Sulaiman holidy ini, Amin

           
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.8. Makam Syekh Musthofa Husein Purbabaru

 
 
 

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Gambar 4.9. Pesantren Musthofa Husein Purbabaru
 
 
 
 

 

 

Today, there have been 1 visitors (1 hits) on this page!
This website was created for free with Own-Free-Website.com. Would you also like to have your own website?
Sign up for free